PELAPISAN SOSIAL

Pelapisan Sosial

A. PELAPISAN SOSIAL
Individu-individu yang terdiri dari berbagai latar belakang tentu akan membentuk suatu masyarakat heterogen yang terdiri dari kelompok-kelompok sosial. Dengan adanya kelompok social ini maka terbentuklah suatu palapisan masyarakat yang berstrata.
Individu dan masyarakat adalah komplomenter, ini dapat dilihat dari kenyataan, bahwa:
a. Manusia dipengaruhi oleh masyarakat demi pembentukan pribadinya
b. Individu mempengaruhi masyarakat dan bahkan bisa menyebabkan perubahan besar masyarakatnya.[1]
Social stratification atau pelapisan social berasal dari kata strata atau stratum yang berarti lapisan.[2] Karena itu, social stratification sering diterjemahkan menjadi pelapisan masyarakat. Sejumlah individu yang mempunyai kedudukan (status) yang sama menurut ukuran masyarakatnya, dikatakan berada dalam suatu lapisan atau stratum.
Beberapa pandapat mengenai palapisan masyarakat:
1. Menurut Pitirim A. Sorokin, pelapisan masyarakat adalah perbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas yang tersusun secara bertingkat (hierarchis).
2. Menurut Theodorson dkk, pelapisan masyarakat adalah jenjang status dan peranan yang relatif permanen yang terdapat di dalam sistem sosial (dari kelompok kecil sampai ke masyarakat) di dalam hal perbedaan hak, pengaruh, dan kekuasaan.
B. PELAPISAN SOSIAL CIRI TETAP KELOMPOK SOSIAL
            Pembagian dan pemberian kedudukan yang berhubungan dengan jenis kelamin nampaknya menjadi dasar dari seluruh sistem sosial masyarakat kuno. Seluruh masyarakat memberikan sikap dan kegiatan yang berbeda kepada kaum laki-laki dan perempuan. Tetapi ketentuan-ketentuan tentang pebagian kedudukan antara laki-laki dan perempuan yang kemudian menjadi dasar pembagian pekerjaan, semata-mata ditentukan oleh sistem kebudayaan itu sendiri.
Misalnya kedudukan laki-laki di Jawa berbeda dengan kedudukan laki-laki di Minangkabau. DI Jawa kekuasaan keluarga ada di tangan ayah, tetapi tidak demikian di Minangkabau. Contoh lain, di Irian atau Bali, wanita harus lebih bekerja keras daripada laki-laki.
Di dalam organisasi masyarakat primitif pun dimana belum mengenal tulisan, pelapisan masyarakat itu sudah ada. Hal ini dapat dilihat dari:[3]
1. Adanya kelompok berdasarkan jenis kelamin dan umur dengan perbedaan-perbedaan hak dan kewajiban
2. Adanya kelompok-kelompok pemimpin suku yang berpengaruh dan memiliki hak-hak istimewa
3. Adanya pemimpin yang saling berpengaruh
4. Adanya orang-orang yang dikucilkan di luar kasta dan orang yang di luar perlindungan hukum
5. Adanya pembagian kerja di dalam suku itu sendiri
6. Adanya pembedaan standar ekonomi dan di dalam ketidaksamaan ekonomi itu secara umum.
C. TERJADINYA PELAPISAN SOSIAL
Terjadi dengan sendirinya
            Proses ini berjalan sesuai dengan pertumbuhan masyarakat itu sendiri. Pelapisan masyarakat berjalan secara alamiah dengan sendirinya. Oleh karena sifatnya yang tanpa disengaja inilah maka bentuk lapisan dan dasar dari pada pelapisan itu bervariasi menurut tempat, waktu dan kebudayaan masyarakat di mana sistem itu berlaku. Kedudukan seseorang suatu strata atau pelapisan adalah secara otomatis, misalnya karena usia tua, karena lebih pandai, seseorang yang memiliki bakat seni atau sakti.
Terjadi dengan sangaja
            Sistem pelapisan yang disusun dengan sengaja ditujukan untuk mengejar tujuan bersama. Di dalam sistem pelapisan ini ditentukan secara jelas dan tegas adanya wewenang dan kekuasaan yang diberikan kepada seseorang, sehingga dalam organisasi ini terdapat keteraturan. Contoh dari sistem pelapisan ini antaralain: organisasi pemerintahan, organisasi partai politik, dll.
            Di dalam sistem organisasi yang disusun dengan cara ini mengandung dua sistem, yaitu:
1) Sistem fungsional: merupakan pembagian kerja kepada kedudukan yang tingkatnya berdampingan dan harus bekerja sama dalam kedudukan yang sederajat, misalnya di dalam organisasi perkantoran ada kerja sama antara kepala-kepala seksi dan lain-lain.
2) Sistem skalar : merupakan pembagian kekuasaan menurut tangga atau jenjang dari bawah ke atas (vertikal).[4]
Kelemahan dari sistem ini antara lain:
1) Karena organisasi sudah diatur sedemikian rupa, sehingga sering terjadi kelemahan dalam menyesuaikan dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Misalnya saja perubahan-perubahan dalam cara-cara perjuangan partai politik, tetapi karena organisasi itu mempunyai tata cara tersendiri dalam menentukan kebijaksanaan politik sosial, maka sering terjadi kelambatan di dalam penyesuaian.
2) Karena organisasi sudah diatur sedemikian rupa, sehingga membatasi kemampuan-kemampuan individual yang sebenarnya memiliki kemampuan lebih. Misalnya saja dalam kehidupan perguruan tinggi, seorang dosen yang baru golongan III a tetapi cakap, tidak diperkenankan menduduki jabatan-jabatan tertentu yang hanya boleh diduduki atau dijabat oleh golongan IV a ke atas, maka merupakan hambatan yang merugikan dosen yang bersangkutan dan universitas.
D. PEMBAGIAN PELAPISAN MENURUT SIFATNYA
Menurut sifatnya, sistem pelapisan dalam masyarakat dapat dibedakan menjadi:
1) Sistem pelapisan masyarakat yang tertutup
Di dalam sistem ini pemindahan anggota masyarakat ke lapisan yang lain baik ke atas maupun ke bawah tidak mungkin terjadi, kecuali ada hal-hal yang istimewa, seperti kelahiran. Sistem pelapisan tertutup kita temui misalnya di India yang masyarakatnya mengenal sistem kasta. Sebagaimana kita ketahui masyarakat terbagi ke dalam:
     a. Kasta Brahmana : merupakan kastanya golongan-golongan pendeta dan merupakan     kasta yang tertinggi.
     b. Kasta Ksatria : merupakan kasta dari golongan bangsawan tentara yang dipandang sebagai lapisan kedua.
     c. Kasta Waisya : merupakan kasta dari golongan pedagang yang dipandang sebagai lapisan menengah ketiga.
     d. Kasta Sudra : merupakan kasta dari golongan rakyat jelata.
     e. Paria : merupakan golongan dari mereka yang tidak memiliki kasta. Yang termasuk golongan ini adalah gelandangan, peminta-minta, dsb.[5]
Sistem seperti ini biasanya juga kita temui di dalam masyarakat feodal atau masyarakat yang berdasarkan realisme. Seperti pemerintahan di Afrika Selatan yang terkenal masih melakukan politik apartheid atau perbedaan warna kulit yang disahkan oleh undang-undang.
2) Sistem pelapisan masyarakat yang terbuka
Di dalam sistem ini setiap anggota masyarakat memiliki kesempatan untuk jatuh ke lapisan yang ada di bawahnya atau naik ke lapisan yang ada di atasnya. Sistem seperti ini dapat kita temui misalnya di dalam masyarakat Indonesia sekarang ini. Setiap orang diberi kesempatan untuk menduduki segala jabatan bila ada kesempatan dan kemapuan untuk itu. Di samping itu seseorang juga dapat diturunkan dari jabatannya bila dia tidak mampu mempertahankannya. Status (kedudukan) yang diperoleh berdasarkan atas usaha sendiri disebut “Achieve Status”. Dalam hubunganya dengan pembangunan masyarakat, sistem pelapisan masyarakat yang terbuka sangat menguntungkan. Sebab setiap warga masyarakat diberi kesempatan untung bersaing dengan yang lain.
E. BEBERAPA TEORI TENTANG PELAPISAN SOSIAL
Ada yang membagi pelapisan masyarakat seperti berikut ini:
1. Masyarakat terdiri dari kelas atas (upper class) dan kelas bawah (lower class)
2. Masyarakat terdiri dari tiga kelas, yaitu kelas atas (upper class), kelas menengah (middle class), dan kelas bawah (lower class)
3. Masyarakat terdiri dari empat kelas, yaitu kelas atas (upper class), kelas menengah (middle class), kelas menengah ke bawah (lower middle class) dan kelas bawah (lower class)
Orang dapat menduduki lapisan tertentu disebabkan oleh beberapa faktor, seperti keturunan, kecakapan, pengaruh, kekuatan dan lain sebagainya.
Ada beberapa pendapat mengenai pelapisan sosial, diantaranya:
1. Aristoteles mengatakan bahwa di dalam tiap-tiap negara terdapat tiga unsur, yaitu mereka yang kaya sekali, mereka yang melarat sekali dan mereka yang berada di tengah-tengahnya. Di sini Aristoteles membagi masyarakat berdasarkan ekonomi sehingga ada orang kaya, menengah dan melarat.
2. Prof. Dr. Selo Sumardjan dan Soelaiman Soemardi SH. MA. menyatakan sebagai berikut: selama di dalam masyarakat ada sesuatu yang dihargai olehnya dan setiap masyarakat pasti mempunyai sesuatu yang dihargainya, maka barang itu akan menjadi bibit yang dapat menumbuhkan adanya sistem berlapis-lapis dalam masyarakat.
3. Vilfredo Pareto, sarjana Italia menyatakan bahwa ada dua kelas yang senantiasa berbeda setiap waktu, yaitu golongan elite dan golongan non elite. Menurut dia pangkal daripada perbedaan itu karena ada orang-orang yang memiliki kecakapan, watak, keahlian dan kapasitas yang berbeda-beda.
4. Gaotano Mosoa, sarjana Italia, di dalam “The Ruling Class” menayatakan sebagai berikut: di dalam seluruh masyarakat dari masyarakat yang sangat kurang berkembang, sampai kepada masyarakat yang paling maju dan penuh kekuasaan, dua kelas selalu muncul, yaitu kelas yang pemerintah dan kelas yang diperintah. Kelas yang pertama, jumlahnya selalu sedikit, menjalanakan peranan-peranan politik, monopoli kekuasaan dan menikmati keuntungan-keuntungan yang dihasilkan oleh kekuasaannya itu. Sebaliknya yang kedua, ialah kelas yang diperintah, jumlahnya lebih banyak, diarahkan dan diatur atau diawasi oleh kelas yang pertama.
5. Karl Marx di dalam menjelaskan secara tidak langsung tentang pelapisan masyarakat menggunakan istilah kelas menurut dia, pada pokoknya ada dua macam di dalam setiap masyarakat yaitu kelas yang memiliki tanah dan alat-alat produksi lainnya dan kelas yang tidak mempunyainya dan hanya memiliki tenaga untuk disumbangkan di dalam proses produksi.[6]
Dari apa yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa ukuran atau kriteria yang biasanya dipakai untuk menggolongkan anggota-anggota masyarakat ke dalam lapisan-lapisan sosial adalah sbb:
1. Ukuran kekayaan : barang siapa yang mempunyai kekayaan paling banyak, termasuk ke dalam lapisan sosial atas.
2. Ukuran kekuasaan : barang siapa yang memiliki kekuasaan atau yang mempunyai wewenang terbesar, menempati lapisan sosial teratas.
3. Ukuran kehormatan : orang yang paling disegani dan dihormati, mendapatkan atau menduduki lapisan sosial teratas. Ukuran semacam ini banyak dijumpai pada masyarakat-masyarakat tradisional. Biasanya mereka adalah golongan tua atau mereka yang pernah berjasa besar kepada masyarakat.
4. Ukuran ilmu pengetahuan : ukuran ilmu pengetahuan dipakai oleh masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Ukuran ini kadang-kadang menyebabkan menjadi negatif, karena ternyata bukan ilmu pengetahuan yang dijadikan ukuran, tetapi gelar kesarjanaannya. Hal ini mengakibatkan segala macam usaha dilakukan untuk mendapatkan gelar tersebut walau dengan tidak halal.
F. KESAMAAN DERAJAT
Kesamaan derajat terwujud dalam jaminan hak yang diberikan dalam berbagai sektor kehidupan. Hak inilah yang benyak dikenal dengan Hak Aasi Manusia.
1. Persamaan Hak
Mengenai persamaan hak ini, telah dicantumkan dalam Persyaratan Sedunia Tentang Hak-Hak (Asasi) Manusia atau Universitas Declaration of Human Right (1994) dalam pasal-pasalnya.
2. Persamaan Derajat di Indonesia
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 mengenai hak dan kebebasan yang berkaitan dengan adanya persamaan derajat dan hak juga tercantum dalam pasal-pasalnya secara jelas. Sebagaimana kita ketahui Negara Republik Indonesia menganut asas bahwa setiap warga negara tanpa kecualinya memiliki kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan, dan ini sebagai konsekuensi prinsip dari kedaulatan rakyat yang bersifat kerakyatan.[7]

G. DISKRIMINASI DAN PEMERATAAN

Diskriminasi merujuk kepada pelayanan yang tidak adil terhadap individu tertentu, di mana layanan ini dibuat berdasarkan karakteristik yang diwakili oleh individu tersebut. Diskriminasi merupakan suatu kejadian yang biasa dijumpai dalam masyarakat manusia , ini disebabkan karena kecenderungan manusian untuk membeda-bedakan yang lain.
Ketika seseorang diperlakukan secara tidak adil karena karakteristik kelamin , ras, agama dan kepercayaan, aliran politik, kondisi fisik atau karateristik lain yang diduga merupakan dasar dari tindakan diskriminasi
Macam-macam Diskriminasi:
1. Diskriminasi langsung, terjadi saat hukum, peraturan atau kebijakan jelas-jelas menyebutkan karakteristik tertentu, seperti jenis kelamin, ras, dan sebagainya, dan menghambat adanya peluang yang sama.
2. Diskriminasi tidak langsung, terjadi saat peraturan yang bersifat netral menjadi diskriminatif saat diterapkan di lapangan.

3. Diskriminasi ditempat kerja

Diskriminasi dapat terjadi dalam berbagai macam bentuk:
  • dari struktur upah,
  • cara penerimaan karyawan,
  • strategi yang diterapkan dalam kenaikan jabatan, atau
  • kondisi kerja secara umum yang bersifat diskriminatif.
Diskriminasi di tempat kerja berarti mencegah seseorang memenuhi aspirasi professional dan pribadinya tanpa mengindahkan prestasi yang dimilikinya.
Teori statistik diskriminasi berdasar pada pendapat bahwa perusahaan tidak dapat mengontrol produktivitas pekerja secara individual. Alhasil, pengusaha cenderung menyandarkan diri pada karakteristik-karakteristik kasat mata, seperti ras atau jenis kelamin, sebagai indikator produktivitas, seringkali diasumsikan anggota dari kelompok tertentu memiliki tingkat produktivitas lebih rendah.
Kriteria yang digunakan untuk menggolongkan anggota masyarakat dalam masyarakat antara lain,[8]
1.      Ukuran kekuasaan
Anggota masyarakat yang memegang kekuasaan dan yang mempunyai wewenang terbatas akan menempati lapisan yang tinggi dalam lapisan sosial masyarakat.
2.      Ukuran kekayaan
Anggota masyarakat terkaya akan menduduki lapisan teratas. Kekayaan itu dapat dilihat dari pemilikan bentuk rumah, perabot rumah, kendaraan pribadi, cara berpakaian serta bahan yang dipakai, olahraga yang dilakukan.
3.      Ukuran kehormatan
Dalam masyarakat tradisional, orang-orang yang disegani dan dihormati akan menempati lapisan atas. Misalnya, orang-orang yang dituakan atau orang-orang yang dianggap berjasa dalam masyarakat. Ukuran kehormatan biasanya tidak ada kaitannya dengan ukuran kekyaan dan kekuasaan. Contoh: Status keturunan.
4.      Ukuran Ilmu Pengetahuan atau pendidikan
Dalam masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan atau masyarakat yang maju, ilmu pengetahuan dipergunakan sebagai salah satu dasar pembentukan lapisan sosial.


[1] Drs. Mawardi dkk. Ilmu Alamiah Dasar Ilmu Sosial Dasar Ilmu Budaya Dasar. Halm 245
[2] ibid
[3] ibid halm 246
[4] ibid halm 248
[5] ibid halm 249
[6] M. Munandar Soelaeman. Ilmu Sosial Dasar. Halm 150
[7] ibid halm 251
[8] ibid halm 253

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pelanggaran Etika Profesi yang menyebabkan kegagalan bangunan

REVIEW JURNAL BIDANG TEKNIK SIPIL

PROPOSAL TUGAS AKHIR