Pelanggaran Etika Profesi yang menyebabkan kegagalan bangunan
Pelanggaran Etika Profesi yang Menyebabkan Runtuhnya Rukan Cendrawasih,
Samarinda (Juni 2014)
Bangunan
rumah kantor (Rukan) tiga lantai yang terletak di kompleks Cendrawasih Permai,
Jl. Ahmad Yani, Kecamatan Sungai Pinang Kota Samarinda Kalimantan Timur runtuh
pada tanggal 3 Juni 2014 saat masih dalam proses pengerjaan yang menyebabkan 12
pekerjanya tewas. Bangunan ini memiliki lebar 25 m dan panjang 100 m dengan
biaya konstruksi senilai kurang lebih 15 Milyar rupiah.
Dari observasi yang dilakukan salah
satu penyebab keruntuhan bangunan ini adalah pelanggaran etika profesi yang
dilakuan oleh kontraktor yaitu Kegagalan
Struktur Utama. Struktur utama yang dimaksud adalah balok- kolom. Hal ini didasarkan
fakta bahwa pekerja sempat diminta untuk mengecek kolom yang retak di lantai 2.
Meskipun tidak ada data detail mengenai dimensi dan lokasi keretakan akan
tetapi hal ini seharusnya telah menjadi indikasi awal bahwa ada masalah dengan
struktur yang sedang dibangun. Apalagi apabila didasarkan pada filosofi desain
struktur yang benar yaitu “strong
column- weak beam” yang artinya
kolom tidak boleh mengalami kegagalan struktur terlebih dahulu daripada balok. Kegagalan kolom ini sendiri diduga karena
adanya deviasi antara perencanaan dan pelaksanaan dimana kontraktor mengurangi
dimensi kolom dan jumlah tulangan yang dipakai.
Padahal, sudah terdapat undang-undang yang mengatur tentang kegagalan konstruksi yang terjadi di Indonesia. UU tersebut adalah UU RI No.18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi. Pada bab IV memuat tentang kegagalan konstruksi, bunyi pasal 25. pada ayat 1, Pengguna jasa konstruksi dan penyedia jasa wajib bertanggung jawab atas kegagalan bangunan. Ayat.2, Kegagalan bangunan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa sebagaimana yang dimaksud pada ayat.1 ditentukan terhitung sejak penyerahan akhir pekerjaan konstruksi dan paling lama 10 (sepuluh) tahun. Ayat.3, Kegagalan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat.2 ditetapkan oleh pihak ketiga selaku penilai ahli.
Dalam kasus ini juga dapat dimasukkan ke dalam Pasal 26, ayat.1, Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan perencana atau pengawas konstruksi, dan hal tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka perencana atau pengawas konstruksi wajib bertanggung jawab sesuai dengan bidang profesi dan dikenakan ganti rugi. Ayat.2, Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan pelaksana konstruksi, dan hal tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka pelaksana konstruksi wajib bertanggung jawab sesuai dengan bidang usaha dan dikenakan ganti rugi.
Padahal, sudah terdapat undang-undang yang mengatur tentang kegagalan konstruksi yang terjadi di Indonesia. UU tersebut adalah UU RI No.18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi. Pada bab IV memuat tentang kegagalan konstruksi, bunyi pasal 25. pada ayat 1, Pengguna jasa konstruksi dan penyedia jasa wajib bertanggung jawab atas kegagalan bangunan. Ayat.2, Kegagalan bangunan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa sebagaimana yang dimaksud pada ayat.1 ditentukan terhitung sejak penyerahan akhir pekerjaan konstruksi dan paling lama 10 (sepuluh) tahun. Ayat.3, Kegagalan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat.2 ditetapkan oleh pihak ketiga selaku penilai ahli.
Dalam kasus ini juga dapat dimasukkan ke dalam Pasal 26, ayat.1, Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan perencana atau pengawas konstruksi, dan hal tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka perencana atau pengawas konstruksi wajib bertanggung jawab sesuai dengan bidang profesi dan dikenakan ganti rugi. Ayat.2, Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan pelaksana konstruksi, dan hal tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka pelaksana konstruksi wajib bertanggung jawab sesuai dengan bidang usaha dan dikenakan ganti rugi.
Gagasan untuk
menghindari pelanggaran Etika Profesi tersebut adalah:
·
Sebaiknya orang yang melakukan hal tersebut tidak diperbolehkan masuk
kedalam dunia kerja, karena dalam diri orang terdapat
pelanggaran-pelanggaran etika profesi yang seharusnya tidah dlakukan oleh
setiap orang yang bekerja dalam perusahaan.
·
Sebaiknya orang yang melakukan tindakan
tersbut harus di tindak lanjuti agar tidak terjadi hal-hal seperti kasus di
atas karena akan berdampak kepada proyek yang bersangkutan akan mengalami
kerugian dalam segi finansial, selain itu.umur ekonomis dari bangunan yang
sudah dibuat tidak sesuai dengan perhitungan yang sebenarnya, karena material
yang seharusnya digunakan sudah diminimalisir demi keuntungan pribadi.
KESIMPULAN
Dari pembahasan tersebut
maka dapat di simpulkan bahwa kode etik
profesi merupakan pedoman mutu moral profesi si dalam masyarakat yang di atur
sesuai dengan profesi masing-masing. Hanya kode etik yang berisikan nilai-nilai
dan cita-cita di terima oleh profesi itu sendiri serta menjadi tumpuan harapan
untuk di laksanakan dengan tekun dan konsekuen. Kode etik tidak akan efektif
kalau di drop begitu saja dari atas yaitu instansi pemerintah karena tidak akan
di jiwai oleh cita-cita dan nilai hidup dalam kalangan profesi itu sendiri
Komentar
Posting Komentar